Bahagia Natal di Papua: Bahagia Sesaat
Setiap tanggal 25 Desember, umat Katolik di seluruh dunia merayakan peringatan kelahiran Tuhan Yesus di Betlehem, 2000 tahun yang lalu. Dalam tata kebudayaan Melanesia di Papua, kelahiran adalah peristiwa gembira. Kelahiran adalah tanda kesuburan. Kesuburan adalah tanda diberkati. Maka itu, pesta adat adalah wajib hukumnya menyambut kelahiran. Karena nuansa kebatinan orang Papua yang kental juga, maka tentu saja, banyak makna tersemat dalam prosesi penyambutan kelahiran itu. Dewasa ini di Papua, dapat kita buktikan, kegiatan syukur bersama atas kelahiran Tuhan Yesus dapat dijumpai dengan gampang di gereja-gereja. Gereja dirias dan altar didandani. Setiap rumah dirias. Kebahagiaan terpancar dimana-mana.
Saat Natal 25 Desember, orang dari luar Papua akan berdecak kagum pada kita: begitu cepat kita lupa pada kematian 'bayi' sebuah bangsa pada 19 Desember, enam hari sebelum hari lahir Tuhan Yesus. Akh, itu soal lain. Yang ingin saya bilang, orang Papua gembira dalam setiap penyambutan kelahiran. Dalam tatanan pemaknaan, sesuai dengan ajaran Gereja, perayaan Natal dimaknai sebagai momentum kebangkitan, momentum kelahiran kembali dan momentum perubahan.
Sebagai momentum kebangkitan, kelahiran kembali dan perubahan, setiap orang tentu saja melakukan beberapa hal (dan ini juga dianjurkan lewat Adven/masa penantian), yakni kontemplasi, menimbang baik-buruk masa lalu, pertobatan, janji pembaharuan iman dan perbuatan.
Apa artinya kontemplasi? Ambil waktu lebih banyak untuk duduk, membebaskan pikiran dari belenggu-belenggu: tugas dan pekerjaan, anak istri, teman dan kerabat, dan mulai menelusuri kembali kehidupan. Dalam kontemplasi, hadirkan masa lalu, dan perhatikanlah. Nilailah dengan mata hari, baik buruk dan benar salahnya dirimu dalam pikiran, perkataan dan perbuatan dalam setiap tarikan nafas yang telah berlalu.
Lalu masuklah dalam proses menemukan baik dan buruk masa lalu. Mencoba mengumpulkan yang baik dan menyelaminya kembali. Temukan cara-cara untuk mengoptimalkan dan tentu saja, mempertahankan cara hidup baik di masa silam itu untuk hari esok dan selanjutnya. Perhatikan kekurangan dan dosa di masa silam. Telusuri. Perjalanan menelusuri lorong dosa lebih berat daripada sebaliknya untuk kebaikan. Berhati-hatilah. Maka sebelum masuk kepada proses ini, bacalah ayat-ayat Alkitab yang akan memberimu kekuatan: kekuatan untuk menelusuri kembali, dan kekuatan untuk mengatakan tidak (mengaku bersalah) pada pembenaran diri dari dosa yang akan dilakukan oleh dagingmu dari dalam tubuhmu. Jiwa dan hati nuranimu harus memenangkan proses ini.
Bertobatlah. Apa artinya? ada dua poin penting. Pertama: mengaku kalau kita salah. Setiap dosa yang telah kita buat, akuliah. Baik itu di depan dirimu sendiri, di depan pastor dalam pengakuan dosa, maupun kepada sesama. Bila perlu, pergilah kepada orang-orang yang kau rugikan. Akui dulu bahwa kita bersalah. Lalu kita memohon ampun pada Tuhan dan pada diri sendiri, lalu kepada sesama.
Wujud pertobatan adalah tindakan tidak mengulangi dosa-salah yang sama dan proses kita untuk setia pada janji pertobatan. Itulah makna Natal bagi orang Katolik, menurut saya.
Lalu bagaimana dengan konteks kita di Papua?
Dalam hidup yang penuh dengan air mata akibat anak-anak bangsa yang mereka lahirkan, sambut dengan pesta kelahiran yang meriah, dan berkorban untuk mendidikan dan membesarkannya itu akan dibantai juga oleh peluru militer, oleh narkoba dan Miras, oleh sakit, oleh ... . Pembunuhan, pemenjarahan, perampasan tanah-tanah adat, penyingkiran orang asli Papua dari tanah airnya melalui transmigrasi, paham pembangunanisme, pengerukan sumber-sumber daya alami melalui eksplorasi dan eksploitasi, lalu dominasi ekonomi dan pemarginalan orang asli Papua, semua yang dialami orang Papua itu menjadikan momen Natal menjadi sesuatu kebahagiaan semu. Bagi orang Papua, bahagia hanya di saat perayaan Natal. Lagu-lagu indah hanya saat Natal. Tertawa ria dan kumpul bersama keluarga, dan kemunafikan setiap orang untuk pura-pura baik hanya ada pada moment Natal.
Setelah Natal? Orang Papua akan kembali menangis lagi. Semua yang tidak adil akan datang lagi mendekat.
Mengingat banyak orang kini menaruh harapan perubahan pada proses perjuangan kemerdekaan Papua sebagai alat yang akan membebaskan bangsa Papua dari belenggu derita dan yang akan mendekatkan bangsa Papua pada bahagia sesungguhnya, maka proses pemaknaan Natal juga sudah mesti kita kontekskan. Maksud saya, biar Natal di Papua tidak menjadi perayaan bahagia sesaat.
Maksud saya, setiap orang Papua sudah mesti pikir, apa yang sudah dia buat untuk Papua merdeka.. Dikontemplasikan, dipertimbangkan kontribusinya, dipikir-pikir, seberapa besar dirinya mendukung upaya perjuangan kemerdekaan Papua, dan akhirnya melahirkan semangat baru untuk lebih terlibat aktif dalam proses perjuangan.
Tetapi sebelum itu, setiap orang mestinya lebih dahulu menyadari, kebahagiaan Natal adalah kebahagiaan sesaat bagi orang Papua. Karena usai Natal, pembunuhan akan terjadi lagi. Pemerkosaan dan perampasan tanah adat akan terjadi lagi. Pengerukan sumber daya alam akan terus berlanjut, dan lain-lain, dan lain-lain, semua akan terus berlanjut lagi. Satu-satunya sarana menuju kebahagiaan sejati adalah Papua merdeka. Inilah makna Natal sesungguhnya: kesadaran akan hakikat bahagia yang sesungguhnya bagi orang Papua hanya ada di alam kemerdekaan.
Bila kita tidak peduli dengan keselamatan hidup bangsa Papua di hari esok dan selanjutnya, masa bodoh, pikir diri sendiri, lalu bagaimana kita ingin hidup seturut dengan ajaran Tuhan? Tuhan bilang, "Apa yang kita bikin untuk saudaramu yang paling hina ini, itu kau buat untuk Aku."
Selamat merayakan hari kelahiran Tuhan Yesus untuk semua orang Papua di mana pun berada. Semoga kita sadari kalau bahagia Natal adalah bahagia semu, dan kita yang terbelenggu ini sudah punya tugas yang sama seperti yang diemban bayi Yesus yang kelahirannya kita peringati: berjuang membebaskan manusia; berjuang membebaskan bangsa Papua untuk merdeka ekonomi-politik 100%.
@Sani
#FKPMKP DIY
Unknown
Ikuti Kami di Facebook
Post Terpopuler
-
Ilustrasi: Yesus,Dismas dan Gestas di palang kayu salib/ist Oleh, Herman E. Degei "Kisah tentang orang hebat sudah sering kit...
-
Hasil Diskusi Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa Katolik Tanah Papua di Daerah Istimewa Yogyakarta (FKPMKP DIY) Topik D...
-
Hasil Diskusi Forum Komunikasi Pelajar dan Mahasiswa Katolik Tanah Papua Daerah Istimewa Yogyakarta (FKPMKP DIY) Topik Disk...
-
Foto : saat -saat bersama Misdinar katefral Tiga Raja Timika, Seusai malam Kamis putih./doc.prib Man Banyak dari kita yang mengan...
-
Ilustasi.ist ( Yesus Persi Suku Mee) Di daerah pedalaman Nabire, tepatnya daerah Makewapa, hiduplah satu kelurga yang miskin. Ke...
-
PesertaMakrab FKPMKP DIY 2016: Frans Tigi, Ansel Tebay,Yosinta Watae, Kaldo Dogomo, Yunita Wawon, Herman Degey, Petrus Tebay dan Daud Aga...
-
Kesepakatan Anggota FKPMKP Berdoa Menggunakan Bahasa Daerah Bahasa adalah alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang diha...
-
Ilutrasi.@Design.Mank.Ist Topik : Tuhan Yesus dan Ajarannya Moderator : Manfred Kudiai Notulen :...
-
Usai diskusi.(Foto: FKPMKP/Doc.Ist) Forum Komunikasi Pelajar Mahasiswa Katolik Tanah Papua Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu, (03/12...
-
Dimana Allah Berada? Penulis : J.Darminta, SJ Penerbit : Kanisius Tahun : 2006 Tebal Buku : 47 halaman Dalam kehidupan kita ban...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar