![]() |
Tan Malaka (Foto: Ist) |
Buku karya Tan Malaka (1948)
Sumber: Cetakan ke 2, Penerbit: Toko Buku
dan Percetakan “Nusantara”, Bukit Tinggi, 1948.
Disalin oleh
Arif Burhan ke ejaan baru (Oktober 2011)
AGAMA
NASRANI
Agama
Nasrani ialah agama yang dikembangkan oleh Jesus dari Nazaret yang kita namai
Nabi Isa. Kita juga sebut agama Kristen ialah agama Kristus. Menurut Encyclopedia
Britannica maka Christ itu artinya Mahdi yang dimaksudkan oleh pujaan
(prophecy)-nya Yahudi atau raja atas kemauan Tuhan. Menurut Der Chrosse
Brockhauss, itu artinya penebus dosa manusia, penjelmaan Tuhan sendiri (die
offenbarung Grottes). Susah sekali kalau tidak mustahil memberi definisinya
agama Nasrani kalau tidak mesti dicari pada bermacam-macam mazhabnya (sects);
buat Orthodox Kristen (kolot), tulisan dan lisan kitab Injil diambil bulat
mentah begitu saja. Satu pusat atau kata saja disangsikan maka sarinya sama
dengan menyangsikan seluruh kitab Injil dan seterusnya sama dengan menyangsikan
esanya Tuhan. Jadi kata ayat dan pasal yang menyatakan bahwa Nabi Isa itu
anaknya Tuhan, bisa menyembuhkan semua penyakit dan menghidupkan yang mati,
bisa terbang dan berjalan di atas air, hidup kembali sesudah mati berjumpa dengan
pengikutnya, semuanya ini buat Kristen Orthodox bukan kiasan melainkan bukti
bulat mentah.
Jadi
pemandangan yang memperhubungkan Nabi Isa dengan masyarakat Yahudi,
memperhubungkan agamanya dan pahamnya Nabi Isa dengan agama dan ciptaan atau
idaman Yahudi, pemandangan yang mengaku bisa adanya pengaruh pada dan perubahan
dalam agama Kristen itu mesti ditolak mentah-mentah pula. Nabi Isa menurut
mereka ialah anak Tuhan, yang dikirimkan-Nya ke dunia fana ini, sebagai
janjinya pada Bani Israel, buat menebus dosa manusia. Sifat dan kodratnya Nabi
Isa menurut paham ini tentulah sifat dan kodratnya Tuhan. Di sini kegaiban Isa
dipulangkan pada ke-Tuhanan dan sebaliknya kegaiban Tuhan itulah yang
dijelmakan oleh kegaiban Isa. Kristen semacam ini terdiri dari Kristen Timur
(Rusia) dan Katolik Roma, pendeknya dari sebagian besar dari pengikut agama
Nasrani akan bersoal jawab dengan Kristen semacam ini, yang juga besar
pengaruhnya di Indonesia tentulah pengikut saudara kita di Toba Batak atau di
Borneo Dayak ataupun di Papua yang mengikuti agama Nasrani itu. Juga pertama
tiada mengutamakan akal logika, Dialektika atau bukti.
Di tengah masyarakat
Islam tuan Pendeta, walaupun dibelakangnya ada meriam dan tank dan di atas
kepalanya ada payung pelindung ialah garuda “Imperialisme”, tiada bisa
mengembangkan sayapnya atau kukunya. Lebih dari 1300 tahun Muhammad S.A.W sudah
menyanggah ke-Tuhanan Isa; dengan begitu ia sanggah ke-Esaan Tuhan.
Bertentangan dengan Kristen kolot pada masyarakat Borjuis Barat juga pada pihak
kanan sekali kita dapati di zaman ini ahli filsafat Friederich Nietsche. Ahli
filsafat ini bulat mentah tolak semua barang dan perkara yang berhubungan
dengan Nabi Isa itu. Dianggap seperti satu kelemahan manusia, tetapi bisa
menarik dan menjerumuskan. Di Barat Nietsche seperti anti Kristus. Kaum Nazi
menganggap Kristus dan agamanya seperti ciptaan dan impian yudentum.
Materialis
dan atheis walaupun timbul pada masyarakat Barat yang umumnya masyarakat
Nasrani juga tentulah sudah di luar batas agama Kristen sama sekali. Hal ini
tak perlu lagi diuraikan lebih panjang. Di antara Kristen-orthodox bulat mentah
dengan Nietsche Nazi anti Kristus itu tentulah berlusin-lusin pula paham yang
melayang. Tiadalah perlu diladeni satu persatu. Cukuplah kalau kita kemukakan,
bahwa di sini berlaku juga undang perbedaan bilangan, akhirnya berubah menjadi
perubahan sifat. Kita mulanya dengan begitu sampai ke tingkat dimana ia itu
tidak, A = Non-A, akhirnya kita sampai ke tingkat pembatalan kebatalan.
Demikianlah
perubahan teknik pada masyarakat Barat sedikit demi sedikit melalui tiga
tingkat undang Dialektika itu, dari zaman Eropa sebelum Isa, sampai ke
Feodalismenya zaman tengah (476-1492); dari zaman Feodalisme sampai ke zaman
Kapitalisme. Zaman kapitalisme itu berlaku (dari abad 15-16 sampai sekarang di
Eropa Barat, kecuali Rusia) perubahan teknik ekonomi pada masyarakat Barat
mengubah susunan sosial politiknya, dan susunan kelas baru menimbulkan jiwa (psychology)
menurut filsafat dan politik baru pula.
Filsafat dan
politik baru dari kelas baru itu, yakni kelas borjuis sebelum Revolusi Perancis
(1789) dan kelas proletar itu menentang, merombak dan membinasa cerai-beraikan
paham Kristen dan politiknya pendeta dan agama Kristen (1789). Sesudah tahun
1789 kaum borjuis yang menang itu memakai Pendeta dan agama Kristen sebagai
sayap kanan politiknya buat menolak semua tantangan proletar. Pertama agama
jatuh ke tangan Katolik atau Protestan. Terutama Mazhab Katolik amat rapi
organisasinya tentang agama. Tetapi perkara ekonomi, politik, dan sains
(science) boleh dikatakan jatuh ke tangan Protestan.
Di Rusia di
tahun 1917, perserikatan borjuis, Ningrat, Pendeta itu dihancur-luluhkan oleh
kaum proletar di bawah pimpinan partai BOLSHEVIK atas oboran materialisme
Dialektika. Demikian cocok dengan majunya ‘teknik” ekonomi, masyarakat filsafat
dan politik Barat, selangkah demi selangkah agama Nabi Isa dari kegaiban bulat
mentah pada permulaan di Barat dengan garis besarnya bertukar menjadi,
“setengah gaib setengah nyata” seperti dianjurkan oleh Thomas, keramat masa
skolastik (orang sekolah). Perubahan itu berlaku terus menerus sampai kita ke
tingkat Protestan (Luther dan Calvin pada abad ke 16). Umumnya mengakui bahwa,
hakekatnya agama Kristen itu, tiada bisa disahkan dengan Logika. Mereka, ahli
filsafat Protestan ini, mendapat selimut dari perkataan: A-logis (tak logis).
Filsafat Idealismenya Jerman menyesuaikan agama Kristen dengan Kerohaniannya
itu dengan “Moderne kultur”.
Kita
menjumpai ahli filsafat seperti Herder Scheiermacker, Kant dan Hegel. Kegagahan
Kant dan Hegel yang termasyhur di dunia ini, sudah lebih dari cukup ditunjukkan
pada permulaan buku ini. Kita tahu, bahwa percobaan Hegel yang bergelar raja
filsafat itu menjadi alat adanya filsafat yang bertentangan ialah Materialisme
Dialektis, yang bertubuh pada Marx dan Engels.
Di Rusia
lama, teknik dan ekonomi itu tak semaju di Barat. Di sana politik dan agama
itu, pemerintah dan agama itu tak sampai berpisah. Di sana politik dan agama
ditambah dengan kegaiban Timur serta kebudayaan Timur dipadu menjadi satu dan
dibadankan pada Tsar, ialah wakil Tuhannya orang Rusia-lama di dunia ini.
Perpisahan
pemerintah dan agama itu di Barat, menjadikan perkakas buat kaum Borjuis buat
membagi pekerjaan, penentang politik dan filsafat kaum buruh.
DIVISION OF
LABOUR (pembagian
kerja) semacam itu menambah kekuatan borjuis Barat. Pemborongan (Monopoli)
agama, politik dan kebudayaan oleh Tsar itu membawa pemborongan semua kodratnya
kelas baru yang ditunjukkannya pula.
Kekuasaan
Tsar yang sempurna atas segala-galanya, membawa jatuhnya sempurna dalam
segala-gala. Kebulat mentahnya kegaiban di Rusia diganti dengan kebulat
mentahnya materialisme Dialektis. Demikianlah pendeknya sifat dan sejarahnya
agama Kristen setelah masuk di Eropa Barat melalui kerajaan Romawi, masuk di
Eropa Timur melalui Konstantinopel Zaman Nasrani (Sebelum Turki Islam).
Sebelumnya agama masuk ke Eropa Timur dan Barat itu dia mempunyai sejarah pula
pada Negara asalnya, ialah Palestina.
Disini
pengikutnya bukan susunan ARIA, melainkan Bangsa Yahudi.
Pemandangan
yang luas dan dalam, yang berobor materialisme, boleh didapat dalam
Bahasa Inggris “Foundation of Christianity”. Buku tebal ini dikarang
oleh Karl Kautsky. Pengarang ini ialah seorang sosialis Jerman, boleh dibilang
ulama besarnya internasional II.
Kira-kira
seperempat abad (1889 - 1917) Karl Kautsky memegang pimpinan tentang teori
sosialisme dan menerima pengakuan dari kaum buruh dunia, terutama yang
tergabung oleh Internasional II itu. Turun derajat dan akhirnya jatuh
Internasional II dari singgasananya, disampingi oleh naik Internasional III,
sesudah Revolusi Komunis Rusia (1917) berbarengan dengan turun derajat dan
jatuhnya Kautsky serta naik derajatnya Lenin Vladimir Ulianoff.
Polemik
peperangan pena Lenin-Kautsky seru sengit, tetapi bergemilang, seperti dua
bintang bertempur. Perbedaan mereka Nyata pada paham tentang diktator proletar.
Lenin dibenarkan oleh sejarah! Tetapi pada masa Kautsky menjadi ulama besar
itu, kelemahannya dalam Dialektika belum begitu terang. Kekurangan tajam matanya
terhadap pertentangan kelas di Jerman belumlah memberi akibat yang buruk.
Sebab memang
pada tahun 1889-1917 itu proletar Jerman khususnya ada dalam kedudukan yang
tinggi sekali, baik dalam ekonomi maupun politik. Tetapi sesudah peperangan
dunia (1914-1918) kelemahan Kautsky dalam dialektika mendatangkan akibat
jahanam.
Walaupun
begitu, tentulah Kautsky, seperti dahulu saya tahu di Rusia Merah sendiri,
dianggap sebagai salah seorang yang pernah berjasa pada kaum buruh dunia. Foundation
of Christianity tadi ditulis, kalau saya tak lupa, ketika Kautsky masih di
puncak kehormatan. Meski diperingatkan pula bahwa masyarakat pada permulaan
umur agama Kristen itu belum lagi bisa memajukan diktator proletar.
Boleh jadi
kalau saya sekarang baca sekali lagi itu buku, saya bisa melihat kelemahan
dalam hal Kautsky menguraikan pertentangan kelas. Tetapi saya tidak ingat
kelemahan itu. Boleh jadi juga sebab sudah lebih dari 15 tahun lampau saya
membacanya. Sebab saya tidak tahu lain buku tentang agama Kristen yang lebih scientific
(menurut ilmu bukti) maka pembaca saya persilakan baca membaca Foundation of
Christianity itu. Cara Kautsky menerangkan sesuatu perkara, bentuk
pengarang dan kata yang dipakai memang susah sekali dicari taranya.
Di tempat
saya sekarang tak ada buku Kautsky itu. Tetapi kalau saya tak silap garis merah
besar yang dikemukakan oleh Kautsky berlainan dengan 1001 buku feodal atau
borjuis tentang agama Kristen itu ialah:
1. Yesus
Kristus. Isa anak Tuhan itu kalau betul ada orangnya yang sebenarnya salah seorang
revolusionistis yang teguh tegap memegang dasarnya sampai palangan gantungan
dan di atasnya palang gantungan itu sampai jiwanya melayang. Keteguhan hatinya
itu mengagumkan musuh dan menyemangati nyawanya.
Dia lahir di
daerah Galilea, ialah satu daerah yang masyhur sebagai sarang pemberontak yang
tunggang. Bangsa Yahudi pada masa lahirnya takluk pada maharaja Romawi.
Bangsanya mereka di bawah pimpinan kaum Rabbi (pendeta Yahudi).
2. Pengikut
Nabi Isa pada masa hidup dan pada permulaan timbulnya kaum Kristen itu terdiri
dari yang tak berpunya di kota-kota besar dan kampung. Mereka hidup secara
sosialistis komunis, tak mengakui hak milik perseorangan dan dianggap sebagai
perkumpulan terlarang oleh pemerintah Romawi.3
3. Setelah
lama-kelamaan orang yang berpunya memasuki kumpulan rahasia Kristen itu, maka
semangat Kristen yang mula-mulanya nyata revolusioner dan sosialistis itu
bertukar menjadi kompromistis individualistis. Tawar
menawar dalam politik dan hak diri sendiri tentang harta benda.
4. Akhirnya
dalam pemilihan menjadi kaisar (Maharaja) Konstantin Besar mencari dan mendapat
sokongan dari kaum Kristen. Dia menang dalam pemilihan itu
Sebagai
balas jasanya kaum Kristen maka Konstantin Besar mengaku agama Kristen (pada
tahun 313) sebagai agama resmi (disahkan undang). Dengan pengakuan sahnya agama
Kristen oleh yang punya dan yang berkuasa itu, lambat laun matilah semangat
revolusioner dan sosialistis seperti terdapat pada masa Nabi Isa dan pada
permulaan berdirinya agama Kristen.
Demikianlah
Karl Kautsky!
Sekarang
pengabaran saja dengan sederhana.
Di muka saya
ada kitab Injil, tetapi kitab Injil tiadalah memberi keterangan yang nyata
langsung dan teratur tentang masyarakat, politik, ekonomi, serta pesawat Yahudi
ketika Nabi Isa hidup. Yang barangkali pasti dan saya kemukakan disini hanyalah
sekedarnya saja. Dalam lebih dari 1000 tahun sebelumnya Nabi Isa itu, maka
bangsa Yahudi dan bangsa pengembara di pegunungan dan gurun pasir mencapai
kekuasaan yang tinggi sekali, tidak saja mereka bisa merebut tanah yang subur
di Palestina, tetapi mereka bisa mendirikan kerajaan yang kokoh, kuat serta
menaklukkan beberapa negeri di sekelilingnya. Di bawah pimpinan Nabi Raja Daud
dan Suleman bangsa Yahudi terkenal empat penjuru alam sebagai negara unggul.
Dari
singgasana yang tinggi itu kemudian mereka jatuh ke lembah perhambaan di
Babylon. Kemudian mereka dikembalikan pula ke Palestina. Disini mereka
ditaklukkan oleh Yunani dan akhirnya oleh Romawi. Pada masa Nabi Isa Palestina
ini ialah satu provinsi, daerah jajahan Romawi. Tetapi dalam perkara agama
serta adat istiadat bangsa Yahudi pada masa itu dipimpin oleh kaum Rabbi
(pendeta Yahudi). Ongkos buat melayani gereja dan Rabbinya itu serta membayar
ongkos perangnya tuan Romawi yang tak putus-putusnya tentulah banyak sekali.
Sebagian bear dari ongkos perang dan semuanya dan Romawi dan semuanya ongkos
gereja mesti dipikul oleh rakyat Yahudi dengan pajak. Tuhan yang Maha Esa yang
tiada lemah lembut, melainkan membalas mata dicabut dengan mata dicabut pula,
si penggigit digigit (oog om oog, tand om tand), cocok dengan hidupnya
pemimpin tunggal, seperti Nabi Musa dan Daud dalam perjuangan yang seru sengit
tak putus-putusnya.
Tuhan yang
bersifat si penggigit digigit itu sudah bertukar sifat apabila bangsa Yahudi
sampai ke tingkat sejarah Nabi (Raja) Suleman, mata terbelalak dan mulut
menggigit itu tak jijik lagi dengan lingkungan dalam mahligai Nabi atau Raja
Suleman. Seribu permaisuri dari berbagai-bagai bangsa, puteri yang terpelajar
dan cantik-molek dan beragama macam-macam pula tiada patut dibilangi dan
disengiti. Lagi pula dengan percampur-gaulan dengan pemikir dan beberapa bangsa
musafir ke mahligai yang masyhur itu tentu menambah luas dan dalamnya
pemandangan seseorang seperti Nabi atau Raja Suleman.
Kompromis
dengan pemikir tuan negeri dan sang permaisuri dalam mahligai itu mesti
terbayang pula di luar. Di sekeliling serambi gereja Yahudi beberapa macam
rumah berhala dengan dewanya didirikan.
Ketika
dibuang di Babylon, negara yang mempunyai kebudayaan tinggi, pula tentulah
ke-Esaan Tuhan dan sifat si penggigit diigigit yang sudah dijadikan hamba oleh
seribu permaisuri dari bermacam-macam bangsa dan agama, tentulah mendapat bahan
baru pula. Tak mengherankan sesudah bangsa Yahudi balik dari pembuangan ke
Palestina, sifatnya Tuhan itu kalau tidak banyaknya Tuhan sudah berubah.
Bagaimana
juga lakonnya perubahan sifat Tuhan itu dari masa Nabi Ibrahim sampai ke masa
Nabi Isa pada permulaan tarikh masehi Tuhan itu sudah bukan kepunyaan Yahudi
lagi semata-mata. Pada sabdanya Nabi Isa sifat baru itu sudah nyata sekali.
Nabi Isa langsung menentang kaum Rabbi dan dia juga menentang pahamnya kaum
Rabbi tentang agama.
Dalam
sabda di gunung, Sermon on the mountain (bergrede), ialah kuncinya agama
Kristen kita dengan Nabi Isa menganjurkan supaya jahat jangan dibalas dengan
jahat pula, melainkan kalau orang pukul pipi kananmu maka kasihlah pipi kirimu.
Kalau orang memaksa-engkau berjalan 1 mil jauhnya, ikutlah dia 2 mil jauhnya.
Nabi Isa
meng-ikhtisarkan pelajarannya dengan maha kasih pada Tuhan dan kasih pada
sesama manusia, seperti diri sendiri, Nabi Isa datang dari seorang pemberontak
daerah Calilia disambut rakyat jelata di kota Yerusalem dengan Hosanna (hidup)
turunan Nabi Isa atau raja Daud. Dalam kitab Injil kita baca Nabi Isa mengobati
semua penyakit dengan mantera saja, menyihirkan roti sampai tujuh potong bisa
menjadi ribuan, dsb. Sihir dan kegaiban itu tak masuk ke dalam daerah Madilog
yang nyata di sini bahwa kemana Nabi Isa pergi ia diikuti dan disambut oleh
rakyat miskin dengan ombak gembira dan hati penuh pengharapan.
Bisakah dan
maukah Nabi mengadakan perlawanan dengan senjata? Mau atau tidaknya tidak mudah
dijawab, karena bertentangan dengan beberapa sabdanya Nabi Isa kepada muridnya.
Pada satu pihak disabdakan bahwa ia tidak datang buat perdamaian, melainkan
dengan Pedang. Pada lain pihak disabdakannya bahwa memakai pedang itu akan
tertikam oleh pedangnya sendiri.
Tetapi sari
pelajarannya ialah maha kasih pada Tuhan (bapa itu) dan kasih pada sesama
manusia. Tiada mengherankan!
Perlawanan
dengan senjata terhadap partai Rabbi yang dilindungi oleh kerajaan Romawi yang
sedang naik mataharinya, yang muda remaja, kuat kokoh itu, mesti akan sia-sia
belaka.
Tidak
mustahil terpendam dalam hati sanubarinya ada maksud memerdekakan bangsanya
dengan senjata, tetapi selama pengikutnya yang didapatnya dalam propaganda
selama 18 bulan itu masih begitu sedikit maka maksud seandainya ada mesti dia
simpan sementara. Program yang penting dan pertama mesti dijalankan ialah
mengasihani Bapa di langit yang selalu ada dimana-mana, adil, pengasih dan
penyayang. Tuhan buat Nabi Isa tiadalah bermakna seperti yang diartikan oleh
ahli filsafat atau Rabbi. Nabi Isa juga tiada memakai Logika dan Dialektika.
Maknanya Tuhan buat dia ialah maknanya yang bisa dimengerti oleh si miskin
ramai, yang bukan keluaran sekolah tinggi. Tuhan sebagai Bapa yang adil
pengasih penyayang ini dengan dia sendiri sebagai anaknya Tuhan itulah mestinya
menjadi ikatan persatuan yang utama. Nabi Isa lebih dulu mencari kerajaan Tuhan
dan keadilannya. Sesudah itu makanan dan minuman dan pakaian itu akan
didatangkan oleh Tuhan sendirinya. Cuma yang tak bertukar yang mencari benda
semacam itu. Demikian sabdanya.
Sudah tentu
Madilog bersikap sebaliknya. Makanan dan pakaian itu lebih dahulu, baru
keadilan dan kasih sayang pada sesama manusia itu bisa timbul, tumbuh turut
menurut.
Tetapi kasih
sayang ialah sifatnya “Tuhan” sebagai tali pengikat kaum Kristen itu tiadalah
nampak lagi kalau kita dengarkan Nabi Isa menentang partai Rabbi, penindas
langsung bangsanya dan perkakas batinnya kerajaan Romawi. Agitator revolusioner
macam apapun tak bisa memperbaiki ketajaman dan racunnya kiasan serta
sindiran-celaan, dan cacian yang dituduhkan pada para Rabbi. Nabi Isa menyangka
pada pendengarnya, manakah yang lebih, emas ataukah gereja yang memuja emas
itu? Dinasehatkannya supaya dengarkan dan lakukan apa yang dikatakan oleh Rabbi
itu, karena merekalah yang menduduki kursi Nabi Musa. Tetapi janganlah
dilakukan apa yang mereka lakukan, karena mereka cuma pandai berkata, tetapi
tiada mau melakukan apa yang dikatakannya itu.
Awas engkau,
hai alim ulama munafik, engkau pemimpin edan dan buta ular dan keturunan ular
berludak (sendok), mustahil engkau akan bisa luput dari api neraka? Demikianlah
sikap pengasih penyayang terhadap rakyat miskin tadi, bertukar menjadi sikap
galak tajam beracun menantang partai Rabbi. Musuh no. 1.
Pada masa
Isapun sudah ada agen provokator (tengkulak penjerat). Mereka bertanya pada
Nabi Isa, apakah baik kalau dibayar pajak pada Maharaja di Romawi? Nabi Isa
yang baca sanubari mereka jawab dengan cerdik: kasihkanlah kepada Maharaja,
haknya Maharaja itu, dan berikan kepada Tuhan, haknya Tuhan itu. Walaupun
akibatnya pelajaran Nabi Isa bertentangan dengan Maharaja Romawi, tetapi Nabi Isa
tentu juga mengerti bahwa salahlah sikap yang menimbulkan musuh pada 2 barisan (fighting
on two fronts). Kekuatan yang pertama mesti dipusatkan dahulu pada partai
Rabbi, partai yang dia anggap menghisap langsung dan penghianat bangsa Yahudi.
Partai Rabbi
juga maklum dalam hal ini. Sudah lama pula iri hati melihat naiknya pengaruh
nabi Isa di antara Rakyat miskin. Rapat ulama (Sanhedrin) diadakan.
Rapat memutuskan akan menangkap Nabi Isa. Dia ditangkap sesudah dikhianati oleh
Yudas Eskariot, salah satu pengikutnya. Pengikut yang lain mau mengangkat
senjata ketika Nabi Isa ditangkap. Tetapi Nabi Isa mencegah dengan sabda,
“siapa yang memakai senjata akan dibinasakan oleh senjata juga”. Nabi Isa
dibawa ke rapat Rabbi yang sibuk memikirkan tuduhan palsu terhadap Nabi Isa.
Di muka
rapat Rabbi, Nabi Isa oleh Imam Besar ditanya apakah ia akui bahwa ia betul
anak Tuhan. Nabi Isa akui terus terang. Pengakuan ini dianggap sebagai
penghinaan (penghujatan, godslatering)atas dirinya Tuhan. Atas pengakuan
ini Imam Besar memutuskan bahwa Nabi Isa mesti dihukum mati.
Nabi Isa
diikat atas perintah Rabbi dan diserahkan pada Pontius Pilatus wakil kerajaan
Romawi. Nabi Isa tiada menjawab tuduhan Rabbi. Tetapi pertanyaan Pontius
Pilatus, apakah betul Isa mengaku, bahwa ia Raja Yahudi, Isa mengaku terus
terang.
Pada hari
itu biasa dilepaskan seorang hukuman. Apakah Pilatus bertanya kepada para
Rabbi, siapakah yang mesti ia lepaskan? Isa atau seorang jahat bernama Barabas,
maka para Rabbi meminta supaya Barabas penjahat dilepaskan dan mendesak supaya
Isa dipaku di palang gantungan. Pontius terpaksa membenarkan dengan perkataan,
bahwa dia tiada mengandung dosa terhadap Nabi Isa.
Ramai
dihasut oleh para Rabbi, di atas kepala Nabi Isa ditaruh “Mahkota Duri” sebagai
ejekan. Di tangan ditaruh tongkat sebagai ejekan. Ramai yang terhasut itu
berlutut di muka Nabi Isa yang bertongkat dan bermahkota duri, sambil berkata
“sembah simpuh O, Raja Yahudi”. Tiadalah dilupakan oleh ramai meludahi “Raja
Yahudi Itu” . Inilah akhirnya tepuk sorak dan pujian: Hidup turunan Nabi Daud.
Sikap Nabi
Isa di muka hakim, di tengah-tengah ejekan caci-maki ramai di atas palang
gantungan terus terang mengaku dan teguh tegap memegang azasnya sampai napasnya
terakhir, sungguh ajaib, membuat takjub kawan dan lawan.
Walaupun
kepercayaan bahwa Nabi Isa hidup kembali dan memberi amanat kembali kepada
pengikutnya ada di luar daerah Madilog, tetapi logis dan sepatutnyalah azas dan
sikap Nabi Isa terus hidup kekal.
Azasnya Nabi
Isa kalau boleh dengan kasar ringkas saja gambarkan ialah “Komunisme
sederhana”. Komunisme sederhana ini betul-betul dijalankan oleh kaum Kristen
sebelum mereka dimasuki dan pikirannya dipakai oleh kaum berpunya dan berkuasa.
Sikap Nabi Isa ialah sikap maha pencinta dan Maha Satria.
Di “kitab
Suci” pun bisa kita saksikan, bahwa Nabi Isa selalu didapati di antara ramai,
miskin, di antara orang melarat, hina dina, sakit gila. Mereka inilah buat Nabi
Isa yang sebenarnya calon buat negara seribu tahun milenium yang akan datang di
bumi kita ini, yang penuh dengan keadilan dan cinta kasih sayang. Lebih mudah
seekor unta masuk ke lubang jarum dari pada buat seorang kaya masuk ke surga,
sabda Isa. Ini menunjukkan bahwa orang kaya itu di luar partainya para Rabbi,
perkakas kerajaan Romawi yang hidup sukaria dan gila hormat dan pujian itu,
ialah musuhnya mati-matian dan langsung menjadi sebab matinya Nabi Isa.
Pada
permulaan tarikh Masehi ini kita belum lagi mempunyai perindustrian kemesinan,
pabrik yang bisa mengikat yang tak berpunya itu dalam satu kumpulan, dengan
tuntutan ekonomi atau politik. Nabi Isa memakai idaman rakyat jelata pada masa
itu. Idaman itu tergambar pada agama Yahudi.
Ialah kepercayaan datangnya Negara
1000 tahun yang suci itu, bersama dengan turunnya Almasih, Mahdi. Tiada berapa
bedanya kepercayaan rakyat Yahudi pada masa itu dengan kepercayaan rakyat kita
di Jawa Tengah pada kedatangan Ratu Adil. Makin mendalam kemelaratan, makin
keras pengaruhnya kepercayaan itu di sanubari rakyat. Pemimpin yang jujur tahu
membangkitkan semangat rakyat jelata, serta teguh tangkas sikapnya mesti
berlaku seperti besi berani yang menarik besi lain. Pengaruhnya tidak bisa
disingkirkan. Pemimpin semacam itulah Nabi Isa, menurut paham saya. Dia
memenuhi idaman Rakyat Jelata pada masanya.
Idaman
semacam itu pada zaman semacam itu mesti tinggal idaman. Sebab barang yang
nyata, buat melaksanakan idaman seperti itu, seperti industri model baru, belum
ada. Hati gajah tak bisa sama dilapah. Semua kawan berada dalam kemiskinan.
Komunisme pada masa itu cuma berlaku dengan hati tungau (kecil) sama dicacah
(di raba) saja. Mengadakan perlawanan lahir seperti kaum proletar dimana
Blanqui atau dimana Lenin tiada akan ada hasilnya karena bedanya perindustrian
modern, belum timbul tunas sama sekali. Di zaman Nabi Isa kaum komunis mesti
melakukan pahamnya sama rasa, sama rata, serta sayang menyayangi sesama manusia
itu, di atas harta kepunyaan yang segala sederhana. Dalam keadaan segala
sederhana ini makanan, pakaian, dan perumahan di kota dan desa dimana berada
serdadu Romawi dan kaum Rabbi, pengharapan atau melimpahnya segala-gala,
terserah kepada belas kasihan Tuhan di Langit, sebagai bapa yang Maha Sayang
yang bersemayam dilangit itulah! Dia mengirimkan anak Tunggal-nya ke dunia fana
ini. Buat perintis “negara 1000 tahun” yang penuh dengan keadilan dan cinta
kasih sayang itu, “buat rajanya Bangsa Yahudi” Jesus Nazarenus Rex Jodiorum!
AGAMA YAHUDI
Seperti pada
sejarahnya kepercayaan Hindustan, maka kepercayaan pada keesaan Tuhan itu, yang
cocok dengan Maha Dewanya Hindustan boleh jadi sekali timbul pada tingkat yang
lebih tinggi dari pada kepercayaan pada banyak Dewa, dan yang belakangan ini
lebih tinggi dari tingkat kepercayaan pada ke-jiwa-an (Animisme).
Sejarah
bangsa Yahudi dalam lebih kurang 3000 tahun ini, walaupun lebih pasti dari
sejarah Hindustan, tentulah tidak begitu pasti dan sempurna seperti sejarah
Eropa dalam 4 atau 5 abad belakangan ini, atau Indonesia dalam 3 abad
belakangan ini.
Sumber
sejarah Yahudi ialah kitab Injil lama, terutama 5 kitab yang dipulangkan kepada
Nabi Musa, bernama kitab Taurat dan kitab Talmud, yang ditulis pada lebih
kurang 500 tahun sebelum Nabi Isa. Saya sudah membaca kitab Injil, baik dalam
bahasa Belanda, Inggris, atau Indonesia. Saya gemar membacanya, karena memang
banyak pengajaran di dalamnya. Norma, susila, pengertian buruk-baik, yang kita
peroleh dari cerita Nabi Ibrahim, Musa, Daud, Suleman dan lain-lain, adalah
tinggi sekali.
Kesan yang
kita peroleh sesudah membaca cerita Yusuf dalam dalam kitab Injil yang Nabi
Muhammad juga ikut, tiada mudah dilupakan seumur hidup. Pusaka Yahudi kepada
dunia Nasrani dan Islam dalam pengertian buruk baik dalam satu pergaulan
manusia, adalah pusaka yang kekal (positive). Cerita dalam kitab Injil
ialah sejarahnya Yahudi, tetapi sejarahnya Yahudi lebih banyak dari yang
tertulis dalam kitab Injil itu. Sejarah bangsa Yahudi dalam lebih kurang 3000
tahun itu, sejarah tempat diam, pencarian hidup, pesawat dan lain-lain yang
teratur dari tahun ke tahun tentulah tidak bisa diperoleh dari Kitab Injil,
yang tidak memperdulikan tarikh dan tanggal itu.
Buat
mendalamkan pengertian tentang ke-esa-an Tuhan pada bangsa Yahudi kita mestinya
mempunyai sejarah yang pasti tentang masyarakat Yahudi pada masa dan sebelum
ke-Esa-an Tuhan itu lahir. Kita tahu dari sumber Islam dan Nasrani, bahwa pada
masa Nabi Ibrahim, bangsa Yahudi Bani Israel menyembah beberapa Dewa dalam
rumah berhalanya. Kita tahu bahwa Nabi Ibrahim itu namanya berkenaan dengan
kepercayaan pada ke-eEa-an Tuhan, yaitu Yahwe.
Tetapi
ke-Esa-an Tuhan itu lebih nyata dan lebih kita kenal pada zaman Nabi Musa
melarikan diri dari Egypte (Mesir) di bawah Firaun ke semenanjung Sinai Lautan
Merah.
Bani Israel,
yang terdiri dari beberapa suku, yang cerai tidak bersatu adat dan kepercayaan
hidupnya sebagai penggembala di Egypte di bawah raja Fir’aun itu, diisap,
ditindas, serta dipandang rendah sekali oleh bangsa Egypte (Mesir). Mereka pada
satu ketika memutuskan hendak melarikan diri ke Negara baru yang dijanjikan
Tuhan (Palestina). Sudahlah tentu mereka tak mempunyai senjata cukup, atau
kepandaian keserdaduan yang cukup. Mereka bangsa terhisap, tertindas, dan
terhina. Mereka dikejar oleh Fir’aun sudah tentu dengan laskar yang cukup
senjata dan kepandaian kemiliterannya. Kalau Fir’aun berhasil usahanya, sudah
tentu semuanya atau sebagian besar Bani Israel akan dipancung atau dikubur
hidup-hidup.
Dalam
pertarungan yang sama sekali tidak seimbang inilah pula timbul seorang pemipin,
yang cuma satu dua bisa didapat dalam seribu tahun. Kalau dibuka selimut
kegaiban yang diselimutkan pada tubuhnya, maka berdirilah di muka kita satu
manusia mesti mendapat kehormatan dari bangsa dan masa manapun juga.
Nabi Musa
seorang yang berusia tinggi sudah tentu dia mestinya cerdik pandai. Tiada saja
lebih cerdik dan lebih pandai dari mereka di bawah pimpinanya tetapi ia mesti
lebih cerdik pandai dari pemimpin, bala tentara kuat-kokoh yang mengejarnya.
Sudah tentu
ia mestinya lebih dipercaya oleh susunan suku yang cerai-berai, sering saling
bertingkah dan berselisih, sering putus asa dan dalam ketakutan dahsyat.
Perempuan,
lelaki, tua dan muda, kuat dan lemah dengan bermacam-macam adat dan paham cuma
bisa percaya dan ikut perintahnya Nabi Musa, kalau ia lebih dari mereka dalam
segala-gala, kecerdasan, keberanian dan keteguhan hati.
Belum lama
berselang dari bangsa Eropa, yang berkebudayaan tinggi dalam daya upayanya
melepaskan diri dari ikatannya semboyan yang me-listrik jutaan bangsanya: Ein
Volk, Eine Sprache, Eine Fuhrer. (Satu bangsa, satu bahasa, dan satu
pemimpin) Rusia sudah lama mempunyai Diktator, malah Negara Demokratis pun
seperti Amerika dan Inggris, dalam masa perang ini berada di bawah Fuhrer
Roosevelt dan fuhrer Churchill pula.
Pada sejarah
Yahudi dimana Negara itu belum ada, dan mesti direbut dari bangsa lain,
persatuan teguh atas nama yang Maha Kuasa, tak heran hati rakyat, melakukan:
satu Tuhan, satu bangsa dan satu pimpinan pula. Tuhan yang esa, yang menjadikan
Negara baru pada Bani Israel itu, yang tentu mesti direbut dengan kepercayaan
bulat satu, dan persatuan kokoh di antara beberapa suku cerai berai itu, ialah
Yahweh.
Pemimpin
yang tahu maksudnya yang esa itu, yang kalau perlu bisa berjumpa dengan dia,
oleh sebab itu bisa mempersatukan bermacam-macam suku itu, ialah Nabi Musa.
Atas kepercayaan pada satu Tuhan, Yahweh, maka di semenanjung Sinai semua suku
Bani Israel itu dipersatukan oleh Nabi Musa. Keperluan buat bersatu menentang
bermacam-macam kerusuhan membutuhkan persatuan kepercayaan, pada satu Tuhan,
adalah erat sekali seluk beluknya.
Fir’aun dan
tentaranya ditenggelamkan Yahweh di Laut Merah. Bani Israel sekarang mengembara
di pesisir Timur Laut Merah di Semenanjung Sinai. Pengembaraan puluhan tahun
itu menukar manusia bersifat penakut menjadi pemberani. Nama Israel itu artinya
juga pahlawan Tuhan. Atas pertolongan Yahweh, mereka menang dari tentara
Fir’aun bukan?
Lebih kurang
pada tahun 1220 sebelum Nabi Isa, Bani Israel, Pahlawan Tuhan, menyerbu ke
Palestina, dari Timur dan Selatan. Akhirnya lebih kurang tahun 1000 sebelum
Nabi Isa, mereka bisa merebut pegunungan dekat Palestina, tetapi tiada bisa
menaklukkan negara di pesisir. Juga kota yang besar-besar seperti Yerusalem,
Heggida, Besan dan segalanya belum lagi dapat ditaklukkan. Pertarungan yang
seru sengit dengan bangsa Kanaan, Bangsa Filisten dari pesisir dan bangsa Badui
terus menerus saja berlaku.
Setelah Nabi
Musa meninggal, maka “Persatuan” agama di bawah satu pimpinan menghadapi musuh
yang banyak dan kuat tadi, tentulah tidak kurang dirasa perlunya. Pahlawan
Tuhan Bani Israel sekarang tiada lagi bangsa pengembara semata-mata.
Pemimpin
tunggalnya tiada lagi kerjanya semata-mata buat mencari jalan di gunung atau
gurun pasir atau pemuja Yahweh seperti pada masa Nabi Musa, Bani Israel
sekarang sudah menjadi penakluk, perebut negara baru, jadi tani, penggembala
dan serdadu. Sekarang satu pimpinan Tunggal perlu buat menyelenggarakan
pertanian, penggembalaan, pertukangan dan perniagaan. Perlu buat
menyelenggarakan kepolisian, kehakiman, dan kemiliteran. Perlu buat
menyelenggarakan politik dan diplomasi buat ketentaraan terhadap ke dalam dan
keluar Negara. Pemimpin Tunggal yang berkuasa dalam perkara ekonomi, politik
dan diplomasi itu biasanya kita namai raja. Tetapi kerajaan itu oleh Bani
Israel, Pahlawan Tuhan, diperoleh sebagai hasil baik, upah dari kepercayaan dan
ke-Esa-an Tuhan, pada Yahweh, sebagai hasil peperangan atas namanya Tuhan. Raja
semacam itu, tiada saja berkuasa menyelenggarakan perkara keduniaan tetapi juga
perkara akhirat; memuji dan memuja Yahweh. Pemerintah semacam itu dinamakan
Teokrasi, pemerintah Tuhan. Ketunggalam pemimpin atas perkara dunia dan akhirat
itu terbayang terang benderang pada ketunggalannya ke-esa-anya
Tuhan, Yahweh.
Kekuasaan tentang dunia dan akhirat itu sudah dipegang oleh Raja Saul. Tetapi
Raja Nabi Daud, lebih banyak berperang dan lebih banyak menang. Hidupnya Raja
Nabi Daud seolah-olah buat berperang saja. Daerah pemerintahannya tidak saja
meliputi sukunya sendiri, ialah suku Yuda, tetapi juga seluruh kerajaan Saul
Almarhum. Selain dari pada itu, Raja Nabi Daud menaklukkan bangsa Filisten dan
Kanaan. Perselisihan di antara keluarganya berhenti, sesudah ia memilih anaknya
Nabi (Raja) Suleman sebagai penggantinya. Nabi (Raja) Suleman yang kita kagumi
kecerdikannya mengembangkan kerajaannya terutama dengan jalan perkawinan dan
perjanjian. Mesir digabungkan dengan kerajaannya yang mengawini puteri Fir’aun.
Dengan perjanjian (diplomasi), Tyrus juga bersekutu dengan kerajaan Salomon,
dengan mengirimkan kapal ke Tanah Emas, nabi (Raja) Suleman menempuh perniagaan
dan politik dunia.
Tiadalah
mengherankan kalau Nabi (Raja) Daud senang dengan dan Rakyatnya mufakat dengan
tunggalnya Tuhan yang menguasai seluruh alam. Karena Tuhan itu tidak
berbantahan dengan dirinya sebagai Nabi (Raja) yang tunggal pula menguasai
perkara dunia dan akhirat.
Cocok dengan
massa dan murba, cocok dengan tempo dan tempat, puteranya Nabi (Raja) Daud,
yakni Nabi (Raja) Suleman mendirikan gereja Yahweh pada 945 sebelum Nabi Isa di
Yerusalem. Gereja ini penuh dengan segala keindahan.
Tetapi
sebagai suami dari 700 permaisuri dan 300 gundik dari bermacam-macam agama itu,
dia tidak boleh monopoli semua kepercayaan dan memaksa Sang permaisuri memeluk
kepercayaan yang dipusatkan oleh Nabi Ibrahim, Musa dan Daud kepadanya. Seperti
dia dikelilingi oleh ratusan permaisurinya dari bermacam-macam agama itu begitu
pula gereja Yahweh dikelilingi oleh rumah penuh berhala buat Dewa
permaisurinya. Buat melayani permaisuri ratusan itu, buat kawin dan pesta
keselamatan berkali-kali dan mahal itu, buat mendirikan gedung yang indah
permai, rakyat di bawah Nabi (Raja) Suleman berat sekali musti memikul pajak.
Kecerdikan dan tangan kerasnya bisa memadamkan rasa pemberontakan. Tetapi
sesudah dia meninggal kerajaan pecah belah. Pada tahun 921 sebelumnya Nabi Isa
kita saksikan dua kerajaan: Yuda dan Israel. Pada berapa abad berikut kita
saksikan sengketa dan peperangan saudara di antara dua kerajaan itu.
Demikianlah yang satu melemahkan yang lain setahun demi setahun. Sampai kita
akhinrya melihat Pahlawan Tuhan kalah perang dengan Kerajaan Babylonia dan diangkut
ke Babylonia dari tahun 597 sampai tahun 586 sebelum Nabi Isa.
Kepercayaan
pada kekuasaan Tuhan, pada Yahweh, tiadalah berkurang, malah bertambah-tambah.
Bukanlah persatuan suku di atas kekuasaan Tuhan, Yahweh, yang melepaskan Bani
israel dari telapak kaki Fir’aun?
Bukanlah
persatuan dan kesatuan Yahweh, yang melahirkan Nabi (Raja) Daud dan Suleman dan
kerajaannya, dan mengikat bermacam-macam bangsa dan Negara yang dipuji dan
dipuja di seluruh dunia? Ke-esa-an Tuhan tidak bersalah. Ke-esa-an bangsa Yahudi
mesti diperkokoh. Ke-esa-an itu tentu perlu lagi disertai lagi ke-esa-an Tuhan.
Di Babylonia, di tempat pembuangan itu, tak ada raja dari Bani Israel atau Bani
Yuda yang bisa mempersatukan rakyat dengan polisi kepercayaan. Kepercayaan itu
banyak berhubungan dengan Bani Yuda sebab itu kita sekarang memakai nama
Yahudi.
Kepercayaan
Yahudi sesudah pembuangan itu tentulah mendapat perpaduan dan sepuhan dengan
kepercayaan dan pengetahuan lain. Bangsa Yahudi berbalik ke Palestina buat
tinggal beberapa abad sampai pada masa mereka bercerai-berai di seluruh dunia
seperti sekarang.
Dalam
perjalanan lebih dari 2000 tahun di belakang ini maka agama Yahudi dipengaruhi
oleh filsafatnya Yunani itu. Sari itu tentu berlainan dengan sari dengan sari
di zaman mudanya, dan Grosse Vrockhauss mengikhtisarkan sari pengertian
sekarang dengan:
1.
Kepercayaan kepada Tuhan yang esa, yang tidak berbadan melainkan
semata-mata terdiri dari rohani.2
2. Alam Raya
ini, ialah “bikinan yang esa itu”.
3. Tuhan
yang esa itu ialah bapa sekalian manusia.
4. Yang esa
itu sudah mengumumkan kemauannya dengan firmannya.
5. Dasarnya
pembikinan Tuhan itu ialah:
6. Manusia
merdeka memilih yang buruk dan yang baik.
7. Tuhan itu
ialah membikin undang dan penghukuman.
8. Maksudnya
manusia ialah negara akhirat menurut Messiah (Mahdi). Negara ini penuh kasih
sayang keadilan serta perdamaian. Manusia mesti kerja mendapatkannya.
9. Tuhan
memilih Bani Israel mengembangkan firmannya.
10. Bumi
fana ini akan berakhir pada dunia baka.
(Dishare untuk kepentingan diskusi FKPMKP).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar