RINGKASAN WE WILL LOSE EVERYTHING


RINGKASAN WE WILL LOSE EVERYTHING 
(Materi diskusi FKPMKP. Diambil dari papuaitukita.net pada 20 Mei 2016)

Apa dan siapa
1.       Laporan Brisbane ini diberi judul “We will lose everything,” dibuat oleh Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) Keuskupan Brisbane, Australia. Intinya, mengangkat persoalan-persoalan kekerasan dan marjinalisasi di Papua sejak tahun 1960-an.
2.       Alasan: “Karena penolakan pemerintah Indonesia menerima sebuah proposal dari para pemimpin Tinggi Forum Kepulauan Pasifik pada September 2015, maka Komisi JPIC Keuskupan Brisbane mengirim sebuah tim kecil untuk misi pencari fakta tentang pelanggaran-pelanggaran HAM di Papua pada Februari 2016.”  (Abstract  laporan Brisbane)
Awal dari persoalan yang panjang
1.       Persoalan di Papua berawal dari keterlibatan “kekuatan-kekuatan internasional yang memungkinkan pemerintah Indonesia menguasai Papua tahun 1960-an tanpa persetujuan yang bebas dari masyarakat (orang-orang Papua).” (p. 3)
2.       Peristiwa politik PEPERA atau yang disebut “Act of free choice” 1969 ditolak oleh sejumlah orang Papua dan ini berakibat timbulnya pelbagai tindakan “kekerasan systematis dan  intimidasi termasuk penahanan, pemukulan, penganiayaan, pembunuhan orang-orang papua yang melakukan aksi damai untuk menunjukan resitensi mereka terhadap pendudukan Indonesia dan tuntutan mereka untuk mengakhiri  kekerasan pasukan keamanan” (abstract of the report).
3.       Pesoalan Kekerasan dan Marjinalisasi
4.       Laporan ini membuat daftar panjang tentang kasus-kasus kekerasan  dan marginalisasi yang terjadi di tanah Papua sesudah Pepera hingga hari ini
– Kekerasan
1.       Pemboman oleh Pesawat “Bronco” di Pegunungan Tengah pada 1977
2.       Pemboman pada 1997 di Pegunungan Tengah yang merusak kebun dan binatang-binatang berakibat terjadinya kelaparan dan kematian banyak orang-orang kampung
3.       Pembantaian terhada perempuan dan laki-laki di Biak 1998
4.       Penganiayaan terhadap dua Pastor Gereja Kingmi 2010
5.       Pembunuhan tokoh-tokoh Papua: Arnold Ap (1984), Dr. Thomas Wanggai (1996), Theis Eluay (2001) dan Kelly Kwalik (2010)
# Laporan ini juga mencatat kekerasan yang terjadi dalam dekade terakhir, antara lain:
1.       Penahanan dan pembunuhan yang terjadi setelah Kongres Papua ke-3 tahun 2011.
2.       Kekerasan, penahanan dan pemukulan terhadap anggota-anggota kelompok KNPB yang melakukan aksi damai – demontrasi dan doa yang memperlihatkan sikap politik mereka terhadap Papua.
3.       Penembakan 22 orang dalam kasus Paniai berdarah dan 4 anak di antaranya mati tertembak di tempat pada 8 Desember 2014
– Marginalisasi sosial, ekonomi dan budaya
1.       Perubahan komposisi demografi yang cepat – depopulasi orang papua
2.       Pengambil-alihan tanah-tanda masyarakat adat untuk pemukiman penduduk, pembangunan infrastruktur dan bisnis korporasi nasional maupun multi-nasional
3.       Kekurangan kesempatan ekonomi bagi penduduk asli papua
4.       Kondisi pendidikan yang memprihatinkan
5.       Kondisi kesehatan yang buruk dengan rendahnya harapan hidup dan tingginya kematian ibu dan bayi
6.       Penyebaran HIV/AIDS yang meningkat yang sengaja dibawa ke Papua melalui PSK
7.       Orang Muda Papua sering mengalami delusi, menjadi pecandu alkohol dan obat-obatan (narkoba) sebagai bentuk pelarian dari perosoalan-persoalan yang dihadapi, keterbatasan peluang ekonomi dan marjinalisasi
8.       Kehilangan budaya tradisional, dan tanah-tanah adat yang bernilai sakral da spiritual
9.       Papua yang mayoritas Kristen sejatinya merindukan hidup bersama yang damai dengan saudara-saudara yang Muslim. Namun konflik antar komunitas (agama) kadang kala tak terhindari seperti peristiwa Tolikara 2015
10.   Rencana pemerintah Jokowi untuk pembangunan Jalan raya dan rel Kreta Api dihantui pelbagai ketakutan dan kecemasan oleh banyak orang Papua. Selain memperluas pengambil-alihan tanah-tanah adat, juga memperbesar peluang ekonomi bagi para pendatang (minrant) di Papua yang berdampak pada semakin terpinggirnya hidup orang-orang asli Papua.
11.   Pelbagai insiden kekerasan dan marjinalisasi di bidang sosial, ekonomi dan budaya terangkum pada judul laporan ini: “We will lose everything.” Bagi banyak orang Papua, fenomena ini adalah sebuah proses pembasmian sebuah bangsa (genocide) yang terjadi perlahan-lahan dan ini amat memomokan dan menakutkan.
Rekomendasi
1.       Dalam laporan ini  ada beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah, oraganissi masyarakat sipil dan Gereja-gereja di negara-negara Kepulauan Pasifik:
2.       Mendesak agar Dewan HAM dan Majelis Umum PBB melakukan investigasi yang kredibel dan independen terhadap pelanggaran HAM di Papua
3.       Mendesak agar Pemerintah Indonesia melakukan dialog sejati dengan para pemimpin Papua yang diakui dan para pemimpin UNLWP
4.       Membangun jaringan solidaritas antar Gereja-gereja dan masyarkat sipil di Kepaluan Pasifik dan di Papua.

5.       Mendesak Pemerintah Australia untuk meninjau kembali dukungan, latihan, dan bantuan finansialnya terhadap pemerintah Indonesia (Pasukan TNI, Polisi, Densus 88 dan BIN); meminta pemerintah Australia agar menagguhkan bantuan tersebut sampai ada perubahan kebijakan dari pemerintah Indonesia untuk mengakhiri pelanggaran HAM di Papua.

----

Unknown

Tidak ada komentar :

Posting Komentar